ACTUATING DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN HADIS SERTA IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN

  1. PENDAHULUAN

Al-Qur’an dan Hadis berfungsi sebagai petunjuk agar manusia dapat menjadi khalifah yang baik di muka bumi ini. Untuk memperoleh petunjuk tersebut diperlukan adanya pengkajian terhadap al-Qur’an itu sendiri, sehingga kaum muslimin benar-benar bisa mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari kandungan al-Qur’an dan Hadis tersebut yang di dalamnya kompleks membahas permasalahan-permasalahan yang sudah terjadi, sedang terjadi, maupun yang belum terjadi. Semua hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia, maupun keberadaan alam ini sudah termaktub dalam al-Qur’an. Termasuk permasalahan mulai dari asal kejadian manusia, sampai pada aktivitas yang dilakukan manusia dalam hal ini tentang Manajemen.

Dalam kehidupan berkeluarga, berorganisasi, bermasyarakat, dan bernegara, manejemen merupakan upaya yang sangat penting untuk mencapai tujuan bersana.  Pendidikan yang salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia sudah semestinya mendapat perhatian khusus dalam hal manejemennya. Pendidikan yang baik merupakan tolok ukur bagi sebuah bangsa atau negara dalam hal kemajuan yang di capai tidak terkecuali dalam Islam.

Berbicara masalah manajemen tentunya tidak  lepas dari empat komponen yang ada yaitu planning, organizing, actuating dan controlling. empat komponen tersebut di jelaskan di beberapa ayat al-Qur’an. Yang harus disadari adalah bahwa pemahaman manusia terhadap al-Qur’an, bagaimanapun sepenuhnya bersandar pada kapasitas akal, dan apapun yang bersandar pada akal tersebut tidak pernah menjadi hal yang mutlak. Untuk itu dalam pembahasan ini penulis mencoba menuangkan secara langsung salah satu fungsi manajemen yaitu actuating dalam perspektif al-Qur’an dan Hadis serta implementasinya dalam pendidikan.

 

 

 

 

  1. RUMUSAN MASALAH
  2. Apa definisi actuating?
  3. Bagaimana Actuating menurut Al-Qur’an dan Hadis?
  4. Bagaimana implementasi actuating dalam pendidikan?

 

  • PEMBAHASAN
  1. Pengertian Actuating

Actuating merupakan bagian dari proses kelompok atau organisasi yang tidak dapat dipisahkan. Adapun istilah yang dapat dikelompokkan ke dalam fungsi ini adalah directing, commanding, leading dan coordinating.[1]

Terry mendefinisikan actuating (penggerakan) sebagai tindakan untuk menggusahakan agar semua anggota kelompok, mau bekerjasama dan bekerja secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan dan usaha pengorganisasian.[2]

Koontz dan O’Donnel mengartikan actuating dalam bentuk pengarahan yang berarti hubungan antara aspek-aspek individual yang ditimbulkan oleh adanya pengaturan terhadap bawahan-bawahan untuk dapat dipahami dan pembagian pekerjaan yang efektif untuk tujuan yang nyata. Pengarahan ini merupakan  kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan untuk membimbing, menggerakan, mengatur segala kegiatan yang telah diberi tugas dalam melaksanakan sesuatu kegiatan. Pengarahan ini dapat dilakukan dengan cara persuasif atau bujukan dan instruktif, tergantung cara mana yang paling efektif.[3]

Actuating dalam organisasi juga biasa diartikan sebagai keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka bersedia bekerja secara sungguh- sungguh demi tercapainya tujuan organisasi. Fungsi penggerakan ini menempati posisi yang penting dalam merealisasikan segenap tujuan organisasi.[4]

Proses actuating adalah memberikan perintah, petunjuk, pedoman dan nasehat serta keterampilan dalam berkomunikasi.[5] Actuating merupakan inti dari manajemen yang menggerakkan untuk mencapai hasil. Sedangkan inti dari actuating adalah leading.

Dengan demikian, Actuating adalah salah satu fungsi manajemen yang berfungsi untuk merealisasikan hasil perencanaan dan pengorganisasian. Actuating merupakan upaya untuk menggerakkan atau mengarahkan tenaga kerja serta mendayagunakan fasilitas yang ada untuk melaksanakan pekerjaan secara bersama guna mencapai tujuan yang ditetapkan secara efektif dan efisien.

 

  1. Actuating menurut Al-Qur’an dan Al- Hadis
  2. Actuating dalam perspektif alqur’an
  3. Surat Ali Imron Ayat 104

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan hendaklah ada diantara kamu (segolongan) umat yang mengajak pada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imron: 104)[6]

 

Ayat ini merupakan penjelasan dari ayat sebelumnya, agar umat islam berpegang teguh pada agama allah dengan cara mengajak pada kebajikan , memerintah kebaikan dan melarang kemunkaran.[7]

Kata minkum ((منكم pada ayat di atas menurut Arrazi mempunyai arti penjelasan (at-tabyin), sehingga ayat ini merupakan perintah kepada setiap orang untuk melaksanakan tugas dakwah masing-masing sesuai kemampuannya, baik dengan kekuasaannya, lisannya ataupun dengan hatinya[8]

Sedangkan menurut azzuhaili, kata minkum memiliki arti sebagian (at-tab’idl), jadi tidak diperuntukkan bagi setiap umat.[9] Dengan demikian perintah berdakwah yang dipesankan oleh ayat ini tidak tertuju kepada setiap orang, bagi yang memahaminya demikian maka ayat ini mengandung dua macam perintah; yang pertama kepada seluruh ummat Islam agar membentuk dan menyiapkan satu kelompok khusus yang bertugas melaksanakan dakwah, sedang perintah kedua adalah kepada kelompok khusus itu untuk melaksanakan dakwah kepada kebajikan dan ma’ruf serta mencegah kemungkaran[10]

Memang tidak semua orang dapat melaksanakan dakwah, disisi lain kebutuhan masyarakat dewasa ini menyangkut informasi yang benar di tengah arus informasi yang demikian pesat dengan sajian nilai-nilai baru yang seringkali membingungkan. Semua itu menuntut adanya kelompok khusus yang menangani dakwah dan membendung informasi yang menyesatkan, karena itu, adalah lebih tepat memahami kata minkum pada ayat di atas dalam arti sebagian kamu.[11]

Selanjutnya ayat di atas menggunakan dua kata yang berbeda dalam rangka perintah berdakwah. Pertama adalah kata يدعون ) yakni mengajak, dan kedua (يأمرون) yakni memerintahkan, mengajak dikaitkan pada al-khair, sedang memerintah dikaitkan dengan al-ma’ruf, dan memerintah untuk tidak melakukan atau melarang dikaitkan dengan al-munkar.

Al-Qur’an mengisyaratkan kedua nilai di atas dalam firmannya ini dengan kata ( الخير) al-khair/kebajikan dan (المعروف) al-ma’ruf. Al-khair  adalah nilai universal yang diajarkan oleh al-Qur’an dan sunnah, al-khair menurut Rasulullah adalah mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah, sedang al-ma’ruf adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum masyarakat selama sejalan dengan al-khair. Adapun al-munkar adalah sesuatu yang dinilai buruk oleh suatu masyarakat serta bertentangan dengan nilai-nilai ilahi.[12]

Menurut Azzuhaili al-khair diartikan sebagai sesuatu yang memberikan kemanfaatan dan kebaikan bagi manusia baik dalam agama maupun  dunia, sedangkan al-ma’ruf berarti sesuatu yang dianggap baik oleh syara’ dan akal, sedang al munkar adalah sesuatu yang dianggap buruk oleh Syara’ dan akal.[13]

Maka jelas terlihat betapa mengajak kepada al-khair didahulukan, kemudian memerintah kepada al-ma’ruf dan melarang melakukan yang munkar. Ada dua hal yang perlu digarisbawahi berkaitan dengan ayat di atas, pertama nilai-nilai ilahi tidak boleh dipaksakan, tetapi disampaikan secara persuasive dalam brentuk ajakan yang baik. Hal kedua yang perlu digarisbawahi adalah al-ma’ruf, yang merupakan kesepakatan umum masyarakat, ini sewajarnya diperintahkan, demikian juga al-munkar seharusnya dicegah. Dengan konsep ma’ruf, al-Qur’an membuka pintu yang cukup luas guna menampung perubahan nilai-nilai akibat perkembangan positif masyarakat, dari sini filter al-khair harus benar- benar difungsikan.[14]

  1. Surat Al- Kahfi Ayat 2

قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا

(Sebagai bimbingan) yang lurus, untuk memberi peringatan (kepada siapapun tentang adanya) azab yang sangat keras dari sisi-Nya, dan menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang mu’min yang (selalu) mengerjakan amal-amal saleh, bahwa bagi mereka ganjara yang baik. (QS. Al-Kahfi:2)[15]

 

pada ayat sebelumnya dijelaskan bahwa Allah telah menurunkan Al-Kitab dan tidak membuatnya kebengkokan sedikitpun, ketidakbengkokan kitab suci al-Qur’an dikukuhkan lagi dengan firmannya, sebagai bimbingan yang lurus dan sempurna yang mengatasi dan menjadi tolok ukur kebenaran semua kitab-kitab suci sebelumnya dengan tujuan untuk memperingatkan kepada siapapum tentang adanya siksa yang sangat pedih dari sisi Allah dan juga membawa berita gembira kepada orang-orang mu’min yang mantap imannya dan yang selalu mengerjakan amal-amal shaleh, bahwa bagi mereka ganjaran yang  besar yaitu surga dan segala kenikmatan.

Kata (قيما) qoyyiman/lurus, terambil dari kata qoma yang berarti berdiri, dari sini kemudian kata tersebut juga berarti lurus karena yang berdiri sama dengan tegak lurus. Menurut Azzuhaili kata qoyyiman merupakan penguat/ta’kid dari kata ‘iwajan/bengkok.[16] Ulama lain memahami kata qoyyiman dalam arti memberi petunjuk yang sempurna menyaangkut kebahagiaan umat manusia, suatu kitab menjadi qoyyim apabila kandungannya ssempurna sesuai harapan. Dalam konteks ini adalah kandungan ayat al-Qur’an yang mengandung kepercayaan haq serta petunjuk tentang amal saleh yang mengantar menuju kebahagiaan.[17]

Pada ayat tersebut  ada beberapa kalimat yang merupakan inti actuating , yaitu qoyyiman, yundziro, dan yubasyyiru, memberikan bimbingan merupakan hal pokok yang harus dilaksanakan oleh pimpinan dalam menciptakan iklim kerjasama dalam sebuah tim untuk mencapai tujuan organisasi, selain itu memberikan apresiasi atas keberhasilan dan peringatan akan potensi kegagalan apabila tidak melaksanakan kegiatan sebagaimana yang telah direncanakan sebelumnya juga tidak boleh dilupakan oleh seorang pimpinan. Hal tersebut yang merupakan isyarat  pelaksanaan actuating  yang termaktub dalam al-Qur’an sebagai bagian dari manajemen.

  1. Surat An- Nahl ayat 125

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Serulah (manusia)  kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu  Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah  yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk[18]

 

Para mufasir berbeda pendapat seputar sabab an-nuzulayat ini. Al-Wahidi menerangkan bahwa ayat ini turun setelah Rasulullah SAW. menyaksikan jenazah 70 sahabat yang syahid dalam Perang Uhud, termasuk Hamzah, paman Rasulullah. Al-Qurthubi menyatakan bahwa ayat ini turun di Makkah ketika adanya perintah kepada Rasulullah SAW, untuk melakukan gencatan senjata (muhadanah) dengan pihak Quraisy. Akan tetapi, Ibn Katsir tidak menjelaskan adanya riwayat yang menjadi sebab turunnya ayat tersebut. Meskipun demikian, ayat ini tetap berlaku umum untuk sasaran dakwah siapa saja, Muslim ataupun kafir, dan tidak hanya berlaku khusus sesuai dengan sabab an- nuzul-nya.[19]

Pada ayat ini, Allah SWT. memberikan petunjuk tentang cara-cara melakukan dakwah serta sikap orang Islam terhadap orang-orang di luar Islam, ayat ini merupakan asas nabi Muhammad dalam berdakwah,metode atau langkah dalam berdakwah yaitu dengan cara yang bijaksana, nasehat yang menyentuh hati dan dengan berdiskusi dengan cara yang lebih baik.[20] Dalam tafsir al Qurthubi dijelaskan bahwa dalam mengajak pada agama Allah dan syari’atNYA harus denngan cara yang lembut tanpa kekerasan dan kekejaman, dakwah ini dilakukan sampai hari kiamat nanti[21]

  1. Actuating dalam perspektif Hadis
  2. Hadis Riwayat Bukhari

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ، قَالَ: سَمِعْتُ عَامِرًا، يَقُولُ: سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” مَثَلُ القَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالوَاقِعِ فِيهَا، كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ، فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلاَهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا، فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ المَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ، فَقَالُوا: لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا، فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا، وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا، وَنَجَوْا جَمِيعًا “[22]

Perumpamaan orang yang mematuhi peraturan-peraturan Allah dengan orang-orang yang melanggarnya adalah seperti segolongan orang yang mengundi (untuk) naik kapal. Sebagian orang memperoleh tempat di bagian atas, dan sebagian lagi dibagian bawah. Orang-orang yang menempati bagian bawah itu, jika hendak mengambil air terpaksa melewati orang-orang yang diatas. Kata mereka “Bagaimana kalau kita tembus saja lobang air di tempat kita sehingga kita tidak perlu merepotkan orang-oang diatas‟  Jika orang-orang yang berada diatas tadi menyetujui rencana tadi, celakalah mereka. Dan jika mereka melarang, mereka akan tertolong, dan semua isi kapal akan selamat.(HR. Al-Bukhori)

al qaim biamrillah, diartikan dengan orang yang memerintah kebaikan dan melarang kemunkaran[23], Makna Hadits di atas menerangkan tentang sesuatu yang di terima bagi orang- orang yang menaati segala perintah dan larangan Allah serta orang yang mengingkarinya, orang yang menaati perintah dan larangan Allah ia akan selamat dan bagi orang-orang yang mengingkarinya ia akan mengalami kerugian. Kandungan lain dari hadis ini adalah;  dalam mengarungi kehidupan bermasyarakat ataupun dalam sebuah organisasi agar senantiasa bersabar atas tingkah laku tetangga/rekan sejawat yang terkadang membuat hati tak berkenan, hadis ini juga mengisyaratkan pentingnya saling mengingatkan sesama untuk senantiasa mentaaati perintah allah dan menjauhi larangannya, karena sekelompok orang bisa jadi akan terkena dampak negatif dari ulah segelintir manusia saja.[24]

Actuating dalam hadits di atas adalah pentingnya saling menghormati dan mengingatkan antara satu dengan yang lainnya dalam melaksanakan tugas agar terlaksana dengan efektif dan efisien, karena peran semua komponen sangat  berpengaruh dan saling mempengaruhi dalam pencapian tujuan.

 

  1. Hadis Riwayat Muslim

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ نُمَيْرٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى[25]

Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling kasih, saling menyayang dan saling cinta adalah seperti  sebuah tubuh, jika salah satu anggotanya merasa sakit, maka anggota-anggota tubuh  yang lain ikut merasakan sulit tidur dan demam(HR. Muslim)

Makna Hadis Perumpamaan rasulullah dalam menjelaskan tentang kasih sayang sesama muslim sebagaimana sebuah tubuh, apabila salah satu anggota tubuh merasa sakit maka akan mempengaruhi kinerja dan fungsi anggota tubuh yang lain. Kata” تعاطفهم، تراحمهم، توادهم، تداعى “, apabila kita kaji dari segi kebasaan merupakan kata yang mengandung arti musyarakah.[26] (melibatkan lebih dari satu orang/bermakna saling). Actuating  adalah aktifitas yang melibatkan tim yang saling berhubungan dan berkaitan untuk mencapai tujuan yang sama, apabila terjadi kegagalan dalam satu tim maka akan berpengaruh pula pada tim yang lain. Tanggungjawab pimpinan adalah untuk memberikan arahan, motivasi dan bimbingan dengan penuh kasih sayang dan rasa cinta sedangkan anggota tim bertanggungjawab atas tugasnya masing-masing untuk mencapai tujuan besar yang telah dirumuskan.

  1. Hadis Riwayat Muslim

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَأَبُو كُرَيْبٍ، وَابْنُ أَبِي عُمَرَ، وَاللَّفْظُ لِأَبِي كُرَيْبٍ، قَالُوا: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي عَمْرٍو الشَّيْبَانِيِّ، عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: إِنِّي أُبْدِعَ بِي فَاحْمِلْنِي، فَقَالَ: «مَا عِنْدِي»، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَنَا أَدُلُّهُ عَلَى مَنْ يَحْمِلُهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ»[27]

Rasulullah saw bersabda : Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw dan berkata: tungganganku (kendaraanku) tidak bisa digunakan lagi, bawalah aku dengan kendaraanmu! Rasulullah menjawab: saya tidak memiliki (tunggangan) kendaraan. Kemudian ada seorang laki-laki yang menyahut dan berkata: Rasulullah saya akan menunjukkan padanya kepada orang yang bisa membawanya (mengangkutnya). Rasulullah saw pun berkata: barang siapa yang menunjukan suatu kebaikan, maka ia akan mendapat pahala sama dengan pahala orang yang melakukan kebaikan itu. (HR. Muslim) 

Hadis ini menunjukkan keutamaaan dalam memberikan petunjuk pada kebaikan, membantu orang lain, dan dalam hal menyampaikan ilmu. Orang yang menunjukkan kebaikan tersebut akan mrendapatkan pahala yang sepadan dengan orang yang melakuakan kebaikan, namun kadar pahalanya berbeda.[28] Sebagian ulama’ berpendapat bahwa pahala yang sepadan tersebut adalah tanpa lipat ganda, namun imam qurtubi berpendapat bahwa pahala tersebut sepadan baik dalam kadar maupun lipat gandanya, karena pahala dalam beramal merupakan anugrah dari Allah terlebih jika niatnya benar.[29]

Dalam sebuah organisasasi harus ada yang bertugas mengarahkan, Pahala bagi yang mengarahkan kebaikan sama dengan pelaksana kebaikan itu. Hadis di atas memotivasi untuk selalu saling mengarahkan.

 

  1. Implementasi Actuating dalam pendidikan

Manajemen pendidikan merupakan suatu sistem pengelolaan dan penataan sumber daya pendidikan, seperti tenaga kependidikan, peserta didik, masyarakat, kurikulum, dana, sarana dan prasarana pendidikan, tata laksana, dan lingkungan. Manajemen pendidikan dirumuskan sebagai mobilisasi segala sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

Fungsi actuating merupakan bagian dari proses kelompok atau organisasi yang tidak dapat dipisahkan. Adapun istilah yang dapat dikelompokkan ke dalam fungsi ini adalah directing commanding, leading dan coordinating. Proses ini juga memberikan motivasi untuk memberikan penggerakan dan kesadaran terhadap dasar dari pekerjaan yang mereka lakukan, yaitu menuju tujuan yang telah ditetapkan, disertai dengan memberi motivasi-motivasi baru, bimbingan atau pengarahan, sehingga mereka bisa menyadari dan timbul kemauan untuk bekerja dengan tekun dan baik .

Al-Qur’an dan hadis telah memberikan pedoman dasar yang jelas mengenai actuating dalam manajemen pendidikan yakni proses pembimbingan, pengarahan ataupun memberikan peringatan sebagaimana dalam ayat dan hadits yang telah kami bahas dan  sajikan secara sederhana di atas. Bimbingan menurut Hadari Nawawi berarti memelihara, menjaga dan memajukan lembaga pendidikan  melalui setiap personal, baik secara struktural maupun fungsional, agar setiap kegiatannya tidak terlepas dari usaha mencapai tujuan.[30]

Dalam realitasnya, actuating dapat berbentuk hal-hal sebagai  berikut :

  1. Memberikan dan menjelaskan perintah
  2. Memberikan petunjuk melaksanakan kegiatan
  3. Memberikan kesempatan meningkatkan pengetahuan, keterampilan atau kecakapan dan keahlian agar lebih efektif dalam melaksanakan berbagai kegiatan organisasi
  4. Memberikan kesempatan ikut serta menyumbangkan tenaga dan fikiran untuk memajukan organisasi berdasarkan inisiatif dan kreativitas masing-masing
  5. Memberikan koreksi agar setiap personal melakukan tugas-tugasnya secara efisien.
  6. Memberikan apresiasi bagi yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik dan sanksi kepada pihak yang melanggar.

Actuating  merupakan usaha untuk menciptakan iklim kerja sama di antara staf  pelaksana program sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien. Fungsi ini tidak terlepas dari fungsi manajemen lainnya. Fungsi penggerak  dan  pelaksanaan dalam al-Qur’an dan Hadits di atas diistilahkan dengan memberi bimbingan, motivasi, memberikan arah, mempengaruhi, memberikan komando atau perintah, serta mengingatkan.

actuating merupakan kemampuan seseorang untuk memberikan kegairahan, kegiatan, pengertian, sehingga orang lain mau mendukung dan bekerja dengan sukarela untuk mencapai tujuan organisasi/lembaga pendidikan sesuai dengan tugas yang dibebankan kepadanya.

Mereka dapat digerakkan dengan sukarela, dan dapat merasakan bahwa pekerjaan itu adalah kewajibannya yang harus dikerjakan dengan suka rela seperti pekerjannya sendiri. Dengan adanya rasa memiliki, dan ikut bertanggung jawab, mereka akan kecewa jika gagal, sebaliknya mereka akan merasa bahagia jika tujuan berhasil dicapai. Jika perasaan mereka sudah demikian berarti fungsi motivasi pemimpin berhasil

Fungsi actuating berhubungan erat dengan sumber daya manusia, oleh karena itu seorang pemimpin sebuah lembaga pendidikan dalam membina kerjasama, mengarahkan dan mendorong kegairahan kerja para bawahannya perlu memahami faktor-faktor manusia dan pelakunya.

Dr. Muhammad Munir di dalam bukunya yang berjudul Manajemen Sekolah: Dasar-Dasar-Dasar dan Pelaksanaannya, mengatakan, “Penggerakkan tidak hanya dengan kata-kata yang manis atau sekedar basa-basi yang diucapkan kepada orang lain. Lebih dari itu, penggerakkan adalah pemahaman mendalam akan berbagai kemampuan, kesanggupan, keadaan, motivasi, dan kebutuhan orang lain. Selanjutnya, menjadikan semua faktor tersebut sebagai sarana penggerak mereka dalam bekerja secara bersama-sama sebagai suatu kelompok. Sekaligus berupaya mewujudkan tujuan yang sama di dalam situasi saling pengertian, saling kerja sama, saling kasih sayang, dan saling mencintai[31]

Pada suatu lembaga pendidikan, kepemimpinan efektif hendaknya memberikan arah kepada usaha dari semua personil dalam mencapai tujuan lembaga pendidikan, tanpa kepemimpinan atau bimbingan, hubungan antara tujuan perseorangan dengan tujuan organisasi bisa kendur. Ini bisa mengakibatkan situasi orang-orang yang bekerja untuk mencapai tujuan pribadi mereka, sedang organisasi sendiri tidak efektif dalam mencapai tujuan individual.

 

  1. KESIMPULAN

Actuating adalah salah satu fungsi manajemen yang berfungsi untuk merealisasikan hasil perencanaan dan pengorganisasian dengan cara menggerakkan atau mengarahkan tenaga kerja serta mendayagunakan fasilitas yang ada untuk melaksanakan pekerjaan secara bersama untuk mencapai tujuan yang ditetapkan secara efektif dan efisien.

Al-Qur’an dan Hadis telah memberikan pedoman kepada para umat tentang segala sesuatu yang harus dilakukan dan diperhatikan dalam menggerakkan semua anggota dalam sebuah lembaga atau organisasi,  bagaimana tata cara memerintah, membimbing, mengarahkan, mengapresiasi serta mengingatkan manakala terjadi kesalahan.

Konsep actuating yang diberikan oleh Al-Qur‟an dan Hadits dalam pelaksanaan manajemen pendidikan perlu diimplementasikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Disinilah peran manajer atau kepala sekolah  sangat jelas dalam melaksanakan fungsinya, yakni selalu memberikan  bimbingan, arahan, koreksi serta memberikan kesempatan kepada semua unsur yang masuk didalamnya untuk mencapai tujuan dengan efektif dan efisien.

 

  1. PENUTUP

Puji syukur kehaditrat Allah SWT. Yang telah mencurahkan rahmatNYA sehingga makalah ini dapat terselesaikan, dengan kerendahan hati, pemakalah akui makalah ini jauh dari sempurna, banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kebaikan makalah selanjutnya, semoga makalah ini bermanfa’at bagi kita semua amin.

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Agus, D., Manajemen Prestasi Kerja. Jakarta: Rajawali, 1986.

Ahmad bin Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Al-Maktabah Asy-Syamilah Al Isdar 3.51. 2013., al ishdar 3.51, 2013.

Al Anshori, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar, Tafsir Al Qurthubi, Al-Maktabah Asy-Syamilah Al Isdar 3.51. 2013.

Al Bukhori, Muhammad Bin Ismail, Shahih Bukhari,juz 3, Al-Maktabah Asy-Syamilah Al Isdar 3.51. 2013.

Al ghitabi, Abu Muhammad Mahmud bin Ahmad bin Musa bin Ahmad bin Husain, Umdatul Qori Syarhu Shohih Bukhari,  juz 13, al-Maktabah asy-Syamilah, al ishdar 3.51, 2013.

Al Razi, Fakhruddin, Al- Tafsil Al-Kabir, juz 3, Lebanon: Dar al kutub al Ilmiyyah, 2009.

Al wahidi, Abu Hasan ali bin ahmad bin Muhammad ali, al wajiz fi kitabil aziz ,Al-Maktabah Asy-Syamilah Al Isdar 3.51. 2013., al ishdar 3.51, 2013.

An Naisaburi, Muslim bin Hajjaj Abul hasan al qusyairiy , Shohih Muslim, juz 4, Al-Maktabah Asy-Syamilah Al Isdar 3.51. 2013.

Annawawi, Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf,  Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, juz 16, Al-Maktabah Asy-Syamilah Al Isdar 3.51. 2013.

Azzuhaili, Wahbah, At-Tafsir al Munir, juz 2, Beirut: Dar al Fikr,2000.

————, At-Tafsir al Munir, juz 8,Beirut: Dar al Fikr,2000.

Machali, Didin Kurniadin & Imam, Manajemen Pendidikan Konsep & Prinsip Pengelolaan Pendidikan, Jogjakarta : Ar Ruzz Media, 2013.

Malik, Ibnu Bathol Abu Hasan Ali bin Khalaf bin Abdul, Syarah Shahih Bukhari libni Bathol, juz 7, Al-Maktabah Asy-Syamilah Al Isdar 3.51. 2013.

Nawawi,Hadari, Administrasi Pendidikan,Jakarta:PT Gunung Agung, 1983.

Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati,2013.

————-, Tafsil Al Misbah, Volume 2, Jakarta: Lentera Hati, 2000.

————-, Tafsil Al Misbah, Volume 8, Jakarta: Lentera Hati, 2000.

Siagian, Sondang P., Sistem Informasi untuk Mengambil Keputusan, Jakarta:Gunung Agung, 1997.

Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras, 2002.

Tanthowi, Jawahir, Unsur-unsur Manajemen Menurut Ajaran Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983.

 

[1]Jawahir Tanthowi, Unsur-unsur Manajemen Menurut Ajaran Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983), Hal.74

[2]Didin Kurniadin & Imam Machali, Manajemen Pendidikan Konsep & Prinsip Pengelolaan Pendidikan, (Jogjakarta : Ar Ruzz Media, 2013), hlm.287

[3]D.Agus., Manajemen Prestasi Kerja.( Jakarta: Rajawali, 1986), hlm.26

[4]Didin Kurniadin & Imam Machali, Manajemen Pendidikan…, hlm.131

[5]Sondang P. Siagian, Sistem Informasi untuk Mengambil Keputusan, (Jakarta:Gunung Agung, 1997), Hal. 88.

[6]M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati,2013),hlm.63

[7] Wahbah Azzuhaili, attafsir al munir, juz 2,(Beirut: dar al fikr,2000), hlm. 354

[8]Fakhruddin Al- Razi, Al- Tafsil Al-Kabir, juz 3, (Lebanon: dar al kutub al ilmiyyah, 2009),hlm 145

[9]Wahbah Azzuhaili, at-tafsir…, hlm. 353

[10]M. Quraish Shihab, Tafsil Al Misbah, Volume 2, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), hlm.162

[11] M. Quraish Shihab, Tafsir,…,hlm.163

[12] M. Quraish Shihab, Tafsir…, hlm.164

[13] Wahbah Azzuhaili, at-tafsir…, hlm. 354

[14] M. Quraish Shihab, Tafsir…, hlm.165

[15]M. Quraish Shihab, Membumikan…, hlm.293

[16] Wahbah Azzuhaili, At-Tafsir al Munir, juz 8,(Beirut: dar al fikr,2000), hlm. 220

[17]M. Quraish Shihab, Tafsil Al Misbah, Volume 8, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), hlm.8

[18] M. Quraish Shihab, Membumikan…, hlm.143

[19]Abul hasan ali bin ahmad bin Muhammad ali al wahidi, al wajiz fi kitabil aziz ,(al-Maktabah asy-Syamilah, al ishdar 3.51, 2013),hlm.281

[20]Ahmad bin Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi,(al-Maktabah asy-Syamilah, al ishdar 3.51, 2013), hlm.158

[21] Abu abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar al Anshori, Tafsir Al Qurthubi, ,(al-Maktabah asy-Syamilah, al ishdar 3.51, 2013),hlm.200

[22] Muhammad Bin Ismail al-Bukhori, Shahih Bukhari,juz 3, (al-Maktabah asy-Syamilah, al ishdar 3.51, 2013), hlm.139

[23]Abu Muhammad Mahmud bin Ahmad bin Musa bin Ahmad bin Husain Al ghitabi,Umdatul Qori Syarhu Shohih Bukhari,  juz 13, (al-Maktabah asy-Syamilah, al ishdar 3.51, 2013), hlm.56

[24]Ibnu Bathol Abu Hasan Ali bin Khalaf bin Abdul Malik , Syarah Shahih Bukhari libni Bathol, juz 7, (al-Maktabah asy-Syamilah, al ishdar 3.51, 2013), hlm.13

[25] Muslim bin HajjajAbul hasan al qusyairiy  Annaisaburi, Shohih Muslim, juz 4,(al-Maktabah asy-Syamilah, al ishdar 3.51, 2013),hlm.1999

[26]Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf Annawawi, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, juz 16 (al-Maktabah asy-Syamilah, al ishdar 3.51, 2013)hlm.140

[27] Muslim bin Hajjaj Abul hasan al qusyairiy  Annaisaburi, Shohih Muslim, juz 3,(al-Maktabah asy-Syamilah, al ishdar 3.51, 2013),hlm.1506

[28]Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf Annawawi, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, juz 13 (al-Maktabah asy-Syamilah, al ishdar 3.51, 2013)hlm.39

[29]Abdurrahman bin Abu Bakar jalaluddin Assuyuti, Addibaj ala Syarhi Muslim juz 4 (al-Maktabah asy-Syamilah, al ishdar 3.51, 2013)hlm.490

[30] Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan,( Jakarta:PT Gunung Agung, 1983), hlm. 36

[31]Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam. (Yogyakarta: Teras, 2002),hlm.32

Tinggalkan komentar